Tepat pukul 9.15 tgl 24 Juni 2009 akhirnya tim sampai di puncak tertinggi di Afrika.Kami langsung bersujud dan bersyukur kepada Tuhan YME. Akhirnya, setelah persiapan kurang lebih 1th lamanya kami berhasil melanjutkan cita –cita menancapkan bendera sampai di puncak – puncak tertinggi di dunia.
16 Juni 2009, 3 orang mahasiswa UNSOED yaitu Agus A, A. Fauzan “Yayan” dan Imam Jazuli siap berangkat menuju Tanzania. Mereka merupakan bagian dari tim operasional SOEDIRMAN INDONESIA TANZANIA EXPEDITION pendakian Mt. Kilimanjaro dan pengkajian lingkungan taman nasional Kilimanjaro di Tanzania. Ekspedisi ini adalah lanjutan dari SOEDIRMAN INDONESIA RUSSIA EXPEDITION pada tahun 2005 pendakian Mt. Elbrus di Rusia. Tim dijadwalkan menginap di KBRI Kenya di Nairobi terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan menuju Tanzania. Sesampainya di Nairobi kami langsung di sambut dengan baik dari pihak KBRI. Keesokan harinya baru kami berangkat menuju sebuah kota kecil di Tanzania sebelum melakukan pendakian, Moshi namanya. Sepanjang perjalanan yang kami lalui lebih banyak dilalui dengan padang pasir di kanan kiri jalan dan kadang terlihat beberapa rumah suku Massai (salah satu suku asli Africa) yang terbuat dari kotoran sapi berdiri di tengah padang pasir.
Sesampainya di Moshi kami sempat sedikit kesulitan dalam mencari hotel yang akan kami pakai. Kebetulan hotel kami cari ini berada di pinggiran kota dan sepertinya hotel ini memang khusus di buat untuk para pendaki. Tetapi yang membuat sulit kami untuk mencari papan nama di depan hotel juga tidak ada. Mungkin ini catatan buat pengurus hotel untuk memasang kembali papan nama biar para turis tidak kesulitan mencari tempat hotel. Kamipun menginap semalam di hotel yang diberi nama Springlands ini.
Wajib pakai guide
Sebelum kami berangkat menuju titik start pendakian pagi harinya, kami sempat melakukan briefing dengan tour guide yang kami gunakan. Dalam sebuah pendakian Gunung Kilimanjaro memang diharuskan untuk memakai tour guide termasuk di dalamnya guide, assistant guide, porter, cooking dan waitres. Mungkin ini adalah salah satu solusi dari pemerintah Tanzania untuk mengurangi pengangguran di sana. Pengelolaan kawasan Taman Nasional Kilimanjaro yang merupakan bagian dari Tanzania National Park adalah salah satu yang terbaik di dunia. Dan kami pun benar2 membuktikannya saat pendakian. Mulai dari registrasi pendakian di Marangu gate sampai di hut terakhir Kibo, kami benar2 melihat pengelolaan wisata yang bagus dan mungkin di negara kita belum ada sampai saat ini. Fasilitas yang ada di setiap hut benar2 bagus dengan tersedianya listrik, ruang makan dan toilet.
Kembali ke pendakian, pasca briefing dengan guide tim langsung melakukan perjalanan menuju Marangu gate. Di sinilah titik start pendakian kami. Sebenarnya Kilimanjaro dapat di tempuh melalui 7 rute yaitu Mweka, Umbwe, Rongai, Machame, Marangu dan dua jalur yang di tengah perjalanan menyambung menjadi satu yaitu Lemosho dan Shira. Kebetulan kami memakai jalur Marangu karena jalur panjangnya dan merupakan jalur paling populer di sana. Setelah itu kami langsung melakukan registrasi sebelum melakukan pendakian yang hari ini ditargetkan sampai di Mandara Hut 2700 mdpl. Pendakian hari pertama kami lalui tanpa banyak masalah. Vegetasi dari Marangu sampai Mandara hut terbilang masih sama dengan hutan2 di Indonesia karena memang Kilimanjaro letaknya dekat dengan garis khatulistiwa. Keadaan jalur sendiri terawat dengan baik, bahkan sampah – sampah pun tidak ada seperti yang jamak terlihat di gunung2 di Indonesia. Kebersihan ini juga di dorong kesadaran dari masyarakat di sana dalam menjaga lingkungan bahkan sampah sekecil apapun di perjalanan akan mereka ambil untuk dikantungi sebelum dibuang di tempat yang seharusnya. Mungkin inilah yang patut kita contoh yaitu kesadaran dari diri sendiri. Sesampainya di Mandara kami langsung melapor ke petugas registrasi dan ini dilakukan di setiap hut hut pendakian. Setelah makan siang kami diajak ke sebuah tempat yang dinamakan Moundy Cracer. Ini adalah sebuah tempat di mana kita bisa melihat pemandangan yang bagus akan hamparan pepohonan di kawasan Gunung Kilimanjaro.
Mountainsicknes
Keesokan harinya atau hari ke 2 pendakian kami lalui. Perjalanan bisa dibilang cukup membosankan, sepanjang perjalanan dari Mandara Hut sampai di hut ke 2 yaitu Horombo Hut dilalui dengan kabut tebal yang terus menemani kami. Pemandangan yang kata guide kami baguspun tidak dapat kami lihat. Di tengah kabut tebal yang terus menyelimuti, kami sempat beristirahat di tempat yang sudah disediakan pegelola. Bahkan di sini juga terdapat toilet meski kita harus membawa air sendiri jika ingin buang air besar atau kecil karena di tempat istirahat ini tidak disediakan air seperti di hut dan memang tidak terdapat sumber air di dekat tempat tersebut. Setelah merasa cukup beristirahat kami kembali melakukan perjalanan. Di perjalanan menuju Horombo Hut inilah kami pertama kali menemukan Senecio Kilimanjari salah satu dari 2 tanaman endemic Gunung Kilimanjaro dan tingginya bisa mencapai 5 meter. Sedang tanaman satunya lagi adalah Lobelia Deckeni. Namun tanaman yang satu ini tingginya maksimal paling hanya 1,5 meter dan kami belum menemukannya sepanjang perjalanan menuju Horombo hut. Kira –kira pukul 2 siang kami sampai di Horombo. Di tempat inilah saya pertama kali merasakan penyakit ketinggian atau biasa disebut AMS “Acout Mountain Sickness”. Sore hari saat setelah melakukan pengkajian konservasi ke petugas hut, saya mulai merasakan pusing kepala. Bahkan pada malam harinya saya sampai tidak bisa tidur karena sakit kepala yang tak tertahankan. Ini terus berlanjut hingga esok harinya dan sempat beberapa kali saya memuntahkan cairan kuning dari mulut saya. Bahkan saya sempat divonis terkena malaria oleh orang - orang. Mungkin ini terjadi karena inilah saya pertama kali melakukan pendakian sampai ketinggian 3720mdpl, Sayapun terpaksa tidak dapat mengikuti perjalanan aklimatisasi menuju Zebra Rock. Sebuah tempat di mana terdapat tebing yang memiliki corak garis berwarna belang2 seperti warna hewan zebra. Sebenarnya tim dijadwalkan aklimatisasi menuju Mawenzi, namun dengan beberapa pertimbangan salah satunya masalah waktu operasional dan saran dari guide kami akhirnya tim memutuskan untuk aklimatisasi menuju Zebra Rock. Sayapun hanya dapat mendengar cerita keindahan Zebra Rock.
Pagi harinya ketika baru bangun dari tidur, saya merasakan tubuh ini terasa ringan digerakkan. Akhirnya kondisi saya mulai membaik dan siap untuk melakukan pendakian kembali. Kali ini alam sedang bersahabat dengan kami. Perjalanan dimulai pada pukul 8lebih. Dari sini kami dapat melihat sisa sisa es dari Gunung Kilimanjaro dengan jelas. Beberapa menit dari hut kami langsung disajikan dengan hamparan tanaman senecio kilimanjari yang terlihat begitu indah. Tak jauh dari hamparan senecio kilimanjari kami sampai di sebuah aliran air kecil yang merupakan sumber mata air terakhir dalam perjalnan pendakian kami. Di sini air sudah mulai membeku dan beberapa membentuk bunga2 es. Kurang lebih 1 jam dari sumber mata air terakhir kami sampai di padang pasir berbatu. Mulai dari sinilah kami sudah tidak melihat vegetasi tanaman, yang terlihat hanya hamparan pasir berbatu dan kadang terlihat burung gagak yang sampai Kibo Hut pun kami masih melihatnya. Perjalanan kali cukup jauh, kurang lebih memakan waktu 7 jam dan baru kami sampai Kibo Hut. Sesampainya di sana kami juga sempat melakukan pengkajian sebelum kemudian istirahat untuk persiapan summit attack.
Summit Attack
Tengah malam tepat pukul 00.10 kami melakukan perjalanan menuju puncak. Udara terasa menusuk sampai tulang. Langkah demi langkah kami jalani dengan mata yang masih terasa berat karena kurang tidur. Sebelum perjalanan summit attack, rata – rata dari kami mengaku tidak bisa tidur. Kalau dihitung jam paling kami hanya tidur satu jam. Kondisi ini mengharuskan kami untuk lebih berhati – hati saat perjalanan, apalagi ditambah medan yang harus dilalui cukup curam. Saat perjalanan suhu paling ekstrim yang tercatat mencapai -150 C. Bahkan sebagian botol yang kami bawa sampai beku di bagian atasnya. Ini memaksa kami untuk sedikit lebih bekerja keras untuk dapat meminum seteguk air. Kami harus sering meminum air sekedar untuk membasahi tenggorokan. Sesaat sebelum sampai di Gilman Point titik pertama dari puncak Mt. Kilimanjaro kami sempat beristirahat sambil menikmati keindahan sunrise Mt Kilimanjaro yang sangat terkenal. Duduk di lereng gunung sambil menikmati sunrise yang indah membuat hati kami terasa damai. Beberapa saat setelah matahari menampakkan wujudnya, kamipun kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama dari tempat istirahat tadi, sampailah kami di Gilman point (5861 mdpl) puncakan pertama dari Mt Kilimanjaro. Di sinilah kami mulai merasakan merasakan pusing kepala. Setelah beberapa menit istirahat dan mengabadikannya dalam dokumentasi kamipun kembali melakukan perjalanan menuju Uhuru Peak puncak tertinggi Mt Kilimanjaro 5895 mdpl. Perjalanan terasa lebih berat, meski jalur pendakian sudah tidak seekstrim sebelumnya. Kepala kami semakin pening dan perut mual – mual. Tepat pukul 9.15 tgl 24 Juni 2009 akhirnya tim sampai di puncak tertinggi di Africa. Kami langsung bersujud dan bersyukur kepada Tuhan YME. Akhirnya, setelah persiapan kurang lebih 1 th lamanya kami berhasil melanjutkan cita –cita menancapkan bendera sampai di puncak – puncak tertinggi di dunia. Sang pusaka merah putih, bendera almamater dan panji organisasi kami UPL MPA UNSOED telah berkibar dengan tegak di puncak tertinggi di Africa.Kami sampai sulit untuk menggambarkan perasaan kami saat itu. Inilah kado terindah bagi UPL MPA UNSOED yang telah memasuki umur 30 th khususnya dan bangsa Indonesia tentunya.
Sayang seribu sayang, kami tidak dapat merasakan salju sepanjang perjalanan. Hanya sedikit sisa salju yang dapat kami jumpai. Itu pun jaraknya cukup jauh dari jalur pendakian kami yaitu di beberapa bagian lereng gunung dan sekumpulan kecil di kawah gunungserta . Inilah bukti nyata dari global warming yang ramai dibicarakan belakangan ini dan kami benar –benar dengan mata kepala kami sendiri. Satu setengah jam lamanya kami berada di puncak tetinggi di Africa sambil mengabadikan beberapa gambar Setelah itu kami langsung melakukan perjalanan turun menuju Kibo yang langsung menuju Horombo Hut. Perjalanan turun kami lalui tanpa banyak masalah. Hari berikutnya adalah hari terakhir pendakian kami. Kali ini kami memulai perjalanan dari Horombo Hut menuju Marangu Gate. Selama perjalanan kami dapat melihat keindahan hamparan tumbuhan yang indah yang tidak dapat kami lihat saat pendakian karena kabut tebal. Selama kurang lebih enam jam perjalanan akhirnya kamisampai di akhir pendakian di Marangu Gate. Tak lama setelah melakukan registrasi dan menerima sertifikat pendakian kamipun melanjutkan perjalanan menuju Moshi.
Sesampainya di Moshi, kami disambut Pak Riando dari pihak KBRI Kenya dan disusul kemudian Pak Sukamto dan Pak Antok dari pihak KBRI Dar Er Salaam yang sengaja menegok kami. Semalamam kami bercengkerama dengan mereka tentang pengalaman kami dan cerita –cerita dari mereka tentang Africa sebenarnya. Esok paginya kami berangkat menuju Nairobi dengan Pak Riando dan Pak Sukamto serta Pak Antok. Namun Pak Sukamto dan Pak Antok hanya bisa mengantar sampai perbatasan di desa Namanga sebuah desa di tengah hamparan gurun afica yang begitu luas. Kamipun berpisah dengan beliau di sini dan kembali melanjutkan perjalanan menuju Nairobi. Seharian perjalanan, akhirnya kami sampai di Wisma Indonesia kediaman Kedubes di Nairobi. Kenapa Wisma Indonesia? Soalna Pak Dubes gak mau kediamannya dinamakan Wisma Kedubes dan wisma tersebut terbuka untuk semua orang Indonesia yang pergi ke Nairobi.
Selama 3 hari kami tertahan di Nairobi, seharusnya kami dijadwalkan kembali ke tanah air tgl 27 namun pesawat yang akan kami pakai penuh sampai tanggal 29. Kamipun akhirnya dijadwalkan kembali ke tanah air tanggal 30 Juni 2009. Selama tiga hari banyak cerita yang kami dapatkan, mulai saat sosialisasi pemilu di wisma sampai wisata ke Nakuru Lake yang merupakan salah satu Taman Nasional Kenya. Kami serasa di rumah sendiri di sana selama di Nairobi. Bahkan kami juga mendapat informasi tentang kebiasaan suku Mashai yang sehari – harinya minum darah untuk memenuhi kebutuhan cairan di tubuhnya. Serta baju merah yang biasa di pakai kaum laki – laki digunakan bukan untuk menarik perhatian para turis namun untuk menyamarkan darah dari kaum perempuan dan anak – anak Mashai apabila mereka terluka sehabis berburu atau perang. Akhirnya tiba saat kami harus kembali ke tanah air. Setelah berpamitan dengan orang – orang KBRI kamipun berangkat menuju airport di antar Pak Suryo orang KBRI. Waktu sudah menunjukan pukul 23.35 pesawat yang kami tumpangi segera take off. Perasaan kami sudah tidak sabar ingin sampai di tanah air. Setelah 13 jam perjalanan akhirnya kami sampai di Bandara Soekarno Hatta. Teman – teman dan para senior kami telah menunggu di sana. WELCOME INDONESIA!!!
By :(tim SITE'09)
taken from :
http://uplmpa.jimdo.com/perjalanan/
Merah Putih Kembali Berkibar di Puncak Tertinggi di Afrika
Read User's comments(0)
Langganan:
Postingan (Atom)